Tujuan memilih dan memiliki tosan aji bisa sangat beragam. Ada yang karena dilandasi kekaguman terhadap karya yang dilakukan di masa silam, ada yang karena ingin melestarikan hasil budaya bangsa, ada yang karena alasan investasi dan ada juga yang karena mencari tuah. Untuk alasan terakhir sama sekali tidak disarankan bukan karena alasan dosa, tetapi yang lebih utama dan sering tidak disadari adalah karena rawan penipuan dan berujung kepada kerugian material. Mereka yang mencari tuah seringkali harus mengeluarkan biaya besar yang tidak seimbang. Saya pernah mendengar seorang kolektor menyuruh orang-orangnya mencari pusaka tombak Banyak Angrem tangguh Majapahit. Setelah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit membayar orang kesana kemari, yang didapat akhirnya hanya tombak Kuntul Nglangak tangguh Madura baru.
Mengapa bisa demikian? Padahal, beberapa penjual keris yang saya kenal memiliki tombak Banyak Angrem. Pertama,
karena ketidaktahuan dan keabaian si kolektor untuk mau mencari
sendiri. Toh jika mau belajar untuk bisa memahami perbedaan ricikan dan
dapur sebuah tosan aji serta mencari informasi lebih detail, kerugian
itu bisa dihindari. Tidak mau belajar, tidak mau bersusah payah dan
bahkan hanya karena mendengar namanya, kontan si kolektor yang punya
uang bisa menyuruh orang-orangnya. Buat saya itu kesia-siaan karena
mengeluarkan uang hanya mengandalkan pendengarannya saja.
Alasan
lain yang juga harus dihindari saat memilih dan memiliki tosan aji
adalah karena mengikuti trend atau mode. Sejalan dengan perkembangan
dunia perkerisan saat ini, banyak para kolektor yang juga fanatik
terhadap dhapur dan tangguh tertentu. Misalnya saja dhapur Pasopati atau
tangguh Sedayu. Dhapur Pasopati cukup populer tetapi ketersediaannya di
pasar lebih sedikit. Sementara tangguh Sedayu dikenal sebagai keris
dengan garapan yang sangat bagus; besi yang pulen, halus dan benar-benar
bagus. Akibatnya seeringkali untuk memenuhi permintaan pasar, banyak
muncul keris yang dipermak untuk menaikkan harga jual. Dhapur Kalamisani
yang ketersediaannya lebih banyak kemudian dimodifikasi kembang
kacangnya menjadi kembang kacang pogog agar menyerupai dhapur Pasopati.
Lebih parah lagi misalnya keris lurus dibuat berluk banyak seperti 15
dan 17 ke atas untuk memenuhi kebutuhan pasar seperti itu. Sama halnya
dengan tangguh favorit yang kemudian muncul tiruan baru yang benar-benar
mirip. Pembedaan hanya bisa dilakukan secara fisik dalam arti si
kolektor harus punya jam terbang tinggi untuk bisa membedakan beragam
dhapur dan tangguh.
Sebagai kolektor pemula yang masih ingusan, saya berpegang kepada beberapa tips di bawah ini:
- Ada pedoman standar berupa kriteria fisik berupa istilah TUS (tangguh, utuh sepuh) yang artinya seseorang yang ingin memilih dan memiliki tosan aji haruslah memahami tangguh kapan itu dibuat, tosan aji yang diinginkan juga harus dalam keadaan utuh secara fisik dan juga usia tosan aji itu dipastikan tua. Untuk aspek yang terakhir tidak berlaku jika ingin memiliki keris atau tombak buatan baru (biasanya digolongkan sebagai tangguh Kamardikan atau buatan setelah tahun 1945). Selain istilah TUS ada juga istilah yang berdasarkan kriteria emosional seperti 3G2W yakni Gebyar Greget Guwaya Wingit Wibawa dan juga kriteria spiritual seperti AST yakni Angsar Sejarah Tayuh. Akan tetapi kedua kriteria ini jelas bersifat subyektif sehingga pembuktiannya akan berbeda antara satu orang dengan lainnya, sehingga kriteria fisik tetap harus menjadi pegangan utama dalam memilih dan memiliki tosan aji.
- Dengan demikian syarat pertama memilih dan memiliki tosan aji adalah tidak cacat fisik. Pengertian cacat fisik disini adalah mengikuti pakem yang berlaku yakni keris/tombak tidak patah, ricikan masih lengkap, kembang kacang, bilah dan pesi masih utuh. Ada tuntunan pakem yang berlaku dan harus dihindari misalnya Pegat Waja (bilah keris/tombak rengat seperti tripleks basah), Nyangkem Kodok (antara bilah dan ganja di bagian greneng terbuka lebar), Randa Beser (antara bilah dan ganja di bagian bungkul terdapat rongga) dan Pamengkang Jagad (retak terutama di bagian sorsoran). Untuk Pamengkang Jagad, kriteria ini tidak berlaku bagi mereka yang mencari keris berdasarkan kriteria spiritual. Berbeda dengan pihak Kraton yang menghindari keris retakl pasar justru menyediakan keris yang dianggap cacat di bagian ini atau combong dengan istilah keren Pamengkang Jagad dan banyak dicari orang bahkan terutama di negara tetangga lantaran dikenal sebagai sarana untuk 'asihan'.
- Lantas jika prasyarat fisik sudah diketahui, bagaimana dengan soal tangguh? Menangguh keris jelas butuh pengalaman dalam memegang banyak keris agar bisa mengetahui tangguh meski hanya perkiraan (lihat tulisan saya yang lain di blog ini tentang Tangguh Keris). Seringkali ini menjadi sumber sengketa antara pembeli dan penjual tosan aji karena kesalahan baik yang tidak disengaja atau sengara dalam hal menangguh keris. Penjual yang kurang berpengalaman bisa saja salah dalam menangguh keris, sementara ada juga yang nakal dengan mengatakan keris baru adalah keris tua apalagi jika sudah melalui proses kamalan yakni membuat bilah menjadi keropos dengan larutan kimia sehingga terlihat tampak tua. Hal yang mungkin bisa dilakukan pada tahap ini adalah dengan belajar sebanyak-banyaknya memegang bilah keris.
- Pengamatan selanjutnya adalah dengan mengamati kandungan logam dengan memperhatikan bobot keris. Itu sebabnya menjadi penting bagi pihak penjual agar tidak saja menampilkan tosan aji berdasarkan kriteria panjang dan lebar tetapi juga beratnya. Ada kesepakatan umum bahwa semakin ringan bobot sebuah keris, maka kualitasnya juga semakin baik. Sama halnya dengan bilah yang semakin lama nyaring jika dijentik, maka kualitasnya juga bagus. Oleh karena itu, penting untuk bisa membedakan baik buruknya kandungan logam secara awam dalam empat kategori yakni (a) logam dengan kesan basah hingga kering, (b) logam dengan kesan rabaan halus hingga kasar, (c) logam yang berurat hingga mulus dan (d) logam dengan kesan padat hingga berpori.
CONTOH PENGAMATAN PERMUKAAN FISIK TOSAN AJI
Halus, Basah, Keras, Sangat Tahan Karat
Berserat, Keras, Tahan Karat
Kasar, Keras, Kurang Tahan Karat
Halus, Basah, Liat, Tahan Karat
Kasar, Kering, Kesan Berpori
Halus, Berpasir, Kurang Tahan Karat
Selain
beberapa tips diatas dalam memilih dan memiliki tosan aji, hal penting
lainnya adalah lebih baik memulai dengan dhapur tosan aji baik keris
atau tombak yang sederhana terlebih dahulu. Selain masih aman dari unsur
penipuan, kerumitan dan juga hasrat yang berlebih, keris dengan dhapur
sederhana seperti Brojol atau Tilam Upih merupakan awal yang baik dalam
mempelajari ricikan dan pengenalan tosan aji seperti di atas. Simbolisme
dhapur Brojol berupa kelahiran atau Tilam Upih berupa laku kehidupan
prihatin juga memiliki posisi tersendiri dalam diri kolektor pemula
seperti saya.
Banyak
bertanya dan menggali informasi dari sumber-sumber tertulis juga sangat
membantu. Pada saat ini sudah banyak literatur atau referensi baik lama
maupun baru yang diterbitkan maupun bisa diunduh online. Penerjemahan
beberapa sumber tertulis mengenai ricikan keris, dhapur dan pamor juga
memperkaya referensi yang sangat berguna ketika akan memilih dan
mengoleksi keris. Mengikuti perkumpulan juga merupakan cara yang cukup
baik jika anda tahan dengan mentalisme paguyuban ala Hobbesian Jawa.
Saya pribadi menghindari bentuk seperti ini karena seperti halnya
kolektor benda-benda lain, banyak orang dengan ego yang cukup besar
untuk tidak mau disaingi oleh para pemula. Terlebih jika tosan aji
adalah benda yang masih suka dikaitkan dengan pancarian spiritual. Dari
awal bicara soal keris kontan bisa mendadak hanya membahas soal 'isi'.
Saya pribadi lebih suka berkunjung ke museum dan bisa bertanya apa saja
disana, dibandingkan mengikuti orang-orang yang merasa dirinya senior
yang dengan segala kerendahan hati enggan mengakui tapi menikmati
keberadaan seperti itu.
Hal
yang tidak kalah pentingnya adalah mengetahui segala sesuatu yang
berkaitan secara langsung dengan tosan aji seperti pemesanan dan
pembuatan warangka serta pembelian perangkat lain yang anda butuhkan.
Disini logika pasar masih tetap bermain. Anda harus paham betul harga
dan kualitas kayu, emas, perak bahkan jual beli perangkat yang
dibutuhkan sebagai pelengkap seperti jagrak, ploncon, blawong, sandangan
dan sejenisnya. Untuk kualitas massal di Jakarta, pasar Rawabening
adalah tempatnya. Disana bisa juga untuk mencuci dan mewarangi tosan
aji. Sementara Museum Pusaka TMII menawarkan harga dan kualitas lebih
tinggi dan juga menjual perangkat seperti mendak, pendok. Bursa tosan
aji dengan sertifikasi dan keaslian yang terjamin juga tersedia meski
relatif juga lebih mahal.
Apapun itu, semua tergantung lagi kepada isi kantong, niat dan juga kemampuan anda berhadapan dengan ego sendiri bukan?
sumber : http://koleksitosanaji.blogspot.com/2011/07/tips-memilih-dan-memiliki-tosan-aji.html
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.