Keris dengan penamaan dhapur Puthut
Adipati Karno kinatah emas wadhana gangsal, karya Adipati Anom
(kemudian menjadi raja PB V). Bergelar Kanjeng Kyahi Joko Minulyo, yang
menggambarkan situasi yang dialami oleh dirinya sendiri pada saat mengalami
kejayaannya. Notasi dan penelitian dari koleksi Dalem Hardjonegaran.
Perkerisan terus bergelora, menuju pada keinginan memahami keris secara scientific, spiritual dan bahkan pada ritual dalam proses pembuatannya. Ada diantara empu Kamardikan mulai napak-tilasi cara pembuatan tradisional dengan ritual, ada pula beberapa yang mulai meneliti pasir besi dalam penelitian untuk merekonstruksi keris karya jaman Majapahit, Mataram, besi-besi ‘hurap’ dlsb. Semakin banyak teman-teman perkerisan meneliti keris, tidak hanya sekedar menyukai atau hobbi saja.
Kawan saya seorang dokter terobsesi untuk meneliti kebiasaan empu PB dalam menuangkan gayanya masing-masing. Beberapa keris memang bisa dilacak dari tandatangan sang empu melalui bentuk greneng. Konon beberapa sesepuh meyakini bahwa bentuk greneng merupakan tanda-tangan dari sang empu. Ada pula beberapa keris atau tombak jaman PB ditemukan pahatan tipis nama sang empu semacam grafir pada peksinya, misalnya Japan (empu Japan). Sangat mungkin autographic sudah mulai dilakukan karena pada masa itu tentu autentisitas sebagai etika seni yang masuk dibawa oleh Belanda ikut mempengaruhinya. Ada pula teman yang memperhatikan gaya kinatahnya, sehingga keris PB itu dapat diprediksi siapa pembuatnya.
Perkerisan terus bergelora, menuju pada keinginan memahami keris secara scientific, spiritual dan bahkan pada ritual dalam proses pembuatannya. Ada diantara empu Kamardikan mulai napak-tilasi cara pembuatan tradisional dengan ritual, ada pula beberapa yang mulai meneliti pasir besi dalam penelitian untuk merekonstruksi keris karya jaman Majapahit, Mataram, besi-besi ‘hurap’ dlsb. Semakin banyak teman-teman perkerisan meneliti keris, tidak hanya sekedar menyukai atau hobbi saja.
Kawan saya seorang dokter terobsesi untuk meneliti kebiasaan empu PB dalam menuangkan gayanya masing-masing. Beberapa keris memang bisa dilacak dari tandatangan sang empu melalui bentuk greneng. Konon beberapa sesepuh meyakini bahwa bentuk greneng merupakan tanda-tangan dari sang empu. Ada pula beberapa keris atau tombak jaman PB ditemukan pahatan tipis nama sang empu semacam grafir pada peksinya, misalnya Japan (empu Japan). Sangat mungkin autographic sudah mulai dilakukan karena pada masa itu tentu autentisitas sebagai etika seni yang masuk dibawa oleh Belanda ikut mempengaruhinya. Ada pula teman yang memperhatikan gaya kinatahnya, sehingga keris PB itu dapat diprediksi siapa pembuatnya.
Kanjeng Kyahi Tumelung Tunggon - Karya empu Japan, pada peksinya nama Japan dipahatkan, nilai autentisitasnya menjadikan nilai tombak sangat tinggi bisa-bisa seharga mobil Avanza. Tombak ini koleksi Kartariadi Gandadinata.
Pada kenyataannya, keris PB memang muncul dengan perubahan gaya dari keris sebelumnya, begitu pula setiap empu dari yang satu dengan yang lain akan dapat dilihat pula gayanya. Harmoni pada keseluruhan bilahnya selalu tidak sama antara setiap karya empu. Sebagai contoh, jika kita amati karya empu Singowidjojo kebanyakan sangat mengutamakan tantingannya (berat-ringan). Karyanya dibuat ringan seperti keris Mataram. Sedangkan empu Djojosukadgo lebih kekar dan wibawa, beberapa keris produksi besalen Mangkubumen bilahnya lebar dan tebal dengan ciri bawang sebungkul, penampang gonjonya mirip tangguh Pajang. Keris-keris karya jaman PB V, tampak merupakan keris yang terus diikuti oleh empu-empu tersohor oleh sebab adanya advisory dari sang Raja.
Saya sudah meneliti beberapa notasi kuno berbahasa Jawa, namun jika diperbandingkan antara apa yang dituliskan dengan benda kerisnya tampaknya ada sesuatu yang lepas. Notasi kuno bisa untuk memperkuat sebuah pendapat, namun tidak selalu tepat untuk penelitian ilmiah.
Karya putran pada jaman PB IX - besalen Mangkubumen. Keris ini bergelar Kanjeng Kyahi Puthut Pandito Pengpengan sebagai penggambaran hebatnya Sinuhun Sugih dalam berkesenian. Koleksi alm. Sany Gondomono.
Detail dari keris buatan jaman yang berbeda dengan seniman yang berbeda.
Kesimpulan dalam kajian sementara menghayati keris PB adalah bahwa apa yang disebut gagrag atau pakem memang masih merupakan panduan, seperti condong leleh dan ketebalan gonjo. Condong leleh sempat diteliti oleh empu Sukamdi yang kemudian sekarang diperdalam pula oleh Ady Sulistyono. Penelitian itu pantas dibukukan, walau pun prinsip utama bahwa keris adalah sebuah karya seni yang bebas, namun panduan 'condong leleh' bisa menjadi suatu bagian dari kaidah seni itu sendiri. Para empu bebas memiliki kreatifitasnya masing-masing yang mewarnai karyanya. Pada karya jaman PB dengan ‘gandhik arca’ biasanya kaku, tidak seperti keris Singobarong dan keris Naga di jaman sebelumnya. Ada beberapa yang cukup spektakular menjadi karya masterpieces adalah design Nogo Sapto.... dan ini pun konon digarap oleh beberapa empu.
Meneliti keris jaman Paku Buwana masih memungkinkan dan banyak sarananya karena jarak tahun yang relatif masih muda, dibandingkan meneliti keris sepuh.
(foto diambil dari buku Tafsir Keris dan Pesona Hulu Keris)
sumber : http://javakeris.com/?mode=viewid&post_id=92
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.